WTO adalah organisasi dunia yang khusus
mengatur masalah perdagangan dunia. WTO dibentuk oleh Negara-negara di dunia
termasuk Indonesia. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi
sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun
1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) – Persetujuan Umum mengenai
Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun
1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan
menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk
International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan
bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO
akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada
bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara
tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika
Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana
sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT
tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan
internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih
tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya
bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara saja) dan
upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan
melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran
Perdagangan” (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi
perdagangan internasional.
Indonesia sejak menjadi anggota WTO telah
melaksanakan penyesuaian berbagai peraturan kebijakan perdagangannya menurut
ketentuan World Trade Organization/WTO.Kebijakan perdagangan yang menyangkut
perijinan import. Persetujuan ini mengharuskan setiap Anggota membuat peraturan
kebijakan impor sesederhana mungkin, transparan, proses cepat, dan terprediksi.
Meskipun demikian, upaya penyesuaian kebijakan impor tersebut menghadapi
beberapa kendala.
Sejumlah peraturan impor masih dianggap
bermasalah baik oleh negara mitra dagang maupun dari pemangku kepentingan dalam
negeri. Mereka menganggap bahwa kebijakan impor Indonesia sebagai proteksi
terselubung dan mendistorsi pasar. Dalam sidang ILA – WTO, tanggal 30 Oktober
2006, Amerika Serikat mempermasalahkan peraturan impor tekstil sebagaimana
termuat di dalam SK No. 732/MPP/Kep/10/2002. Indonesia diminta untuk mencabut
peraturan tersebut karena mendistorsi pasar dan tidak konsisten dengan ILA –
WTO demi memproteksi industri tekstil domestik.
Di dalam negeri sendiri, kebijakan impor
dianggap oleh sejumlah pihak sengaja dibuat tidak transparan, memihak demi
mendukung keuntungan sekelompok kepentingan tertentu saja. Melalui media massa,
masyarakat non-produsen hingga anggota DPR bahkan mengecam kebijakan impor gula
dan beras sebagai kebijakan yang tidak pro–rakyat. Meskipun demikian, ketika
terjadi krisis kelangkaan pangan, tidak ada satu pihakpun dari pemrotes
bertanggung jawab atas komentar mereka. Masalah domestik pada akhirnya juga
akan menjadi masalah internasional, mengingat kedudukan importir tersebut
merupakan representasi dari posisi negara mitra dagang yang mengekspor ke
Indonesia.
Permasalahan yang terjadi pada WTO.
Munculnya berbagai masalah kemungkinan diduga
berasal dari adanya kendala mentransformasikan garis-garis besar ketentuan
Import Licensing WTO ke dalam bentuk peraturan pelaksananya. Masalah tersebut
juga diperberat oleh kompleksitas ketentuan AIL – WTO, belum meratanya
pengetahuan mengenai ILA – WTO, sering terjadinya pergantian struktur dan pejabat
pemerintah, serta adanya kendala teknis untuk pembuatan dan penyebarluasan
peraturan.
Putaran-putaran perundingan
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan
GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff. Pada Putaran
Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan Persetujuan
Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya
GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata
mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri
utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi
4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur
“harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara
proporsional. Serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul
di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan
peraturan GATT yang sudah ada.
Selanjutnya adalah Putaran Uruguay
(1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu
7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat
itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada
akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia
sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami
kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang
nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan
atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang,
penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan
reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi
peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.
Persetujuan-persetujuan WTO
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
- Barang/ goods (General Agreement on Tariff
and Trade/ GATT)
- Jasa/ services (General Agreement on Trade
and Services/ GATS)
- Kepemilikan intelektual (Trade-Related
Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
- Penyelesaian sengketa
Persetujuan Bidang Pertanian
Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on
Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk
melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka
menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi
pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk
mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar
melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.
Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di
luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan
khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi
negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan
akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.
Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan
mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product
classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar
pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti
roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan produk hasil hutan serta seluruh
produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut.
Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan
sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang
pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi
ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen
untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi
perdagangan melalui skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT.
Pembubaran WTO
Konfrensi Tingkat Menteri (KTM) WTO Ke-IV
akan diselenggarakan di Hongkong pada tanggal 13-18 Desember 2005. Ini adalah
pertemuan yang diselengarakan untuk melakukan negosiasi perjanjian perdagangan
antar Negara. Dalam rangka perdagangan bebas, World Trade Organisation (WTO)
memaksa Negara-negara di dunia ketiga untuk membuka akses pasar bagi
kepentingan perdagangan
korporasi (TNC/MNC) Negara maju. Dengan
menggunakan instrument perjanjian yang mengikat antara Negara, WTO berubah
menjadi rezim perdagangan internasional yang paling berkuasa di dunia.
Alasan kita harus melawan WTO adalah:
Pertama, karena WTO merupakan kepanjangan
tangan dari perusahaan-perusahaan internasional (TNC/MNC) dan negara maju
(Amerika, Ingrris, Jepang, Francis, dll.) untuk mengeruk sumber daya alam dan
menjajah kembali Indonesia.
Kedua, karena WTO berusaha menghancurkan
sektor pertanian yang menjadi tulang punggung bagi mayoritas petani Indonesia,
serta merupakan mata pencaharian utama rakyat Indonesia. WTO juga
menghalangi/melarang pemerintah Indonesia berpegang pada kedaulatan pangan,
serta menyediakan akses terhadap air, lahan pertanian dan pengamanan terhadap
impor produk pertanian. Sektor pertanian menjadi penting karena berkaitan
langsung dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, penghapusan
kemiskinan, serta pembangunan pedesaan.
Ketiga, karena WTO mendorong paradigma/pola
pikir pengembangan industri nasional yang yang bersifat eksploitasi
besar-besaran terhadap sumberdaya alam dan manusia. Sejalan dengan ini, IMF dan
Bank Dunia akan bekerja memberi utang dan memastikan perusahaan asing dapat
beroperasi dengan menggunakan buruh murah dan menguras Sumber Daya Alam di
Indonesia.
Keempat, karena WTO mendorong impor
perdagangan jasa di Indonesia. Akibatnya adalah komersialisasi sejumlah
pelayanan dasar rakyat seperti pendidikan dan kesehatan. WTO hanya akan
menjadikan pelayanan pendidikan dan kesehatan hanya seperti barang dagangan.
Siapa yang punya uang dialah yang akan pintar dan sehat. Sementara orang
miskin, harus puas dengan kebodohan dan penyakitnya. deklarasi menteri untuk
menyelesaikan putaran Doha.
Perjanjian dalam WTO.
Perjanjian dagang dalam WTO adalah hasil dari
Putaran Uruguay yaitu teks berbahasa hukum dagang yang terdiri dari 60
perjanjian, lampiran, dan berbagai keputusan. Secara singkat,
perjanjian-perjanjian terdiri atas enam bagian, perjanjian payung ( kesepakatan
mengenai pendirian WTO); perjanjian untuk setiap tiga isu besar yaitu barang
(goods), services, dan hak atas kekayaan intelektual; penyelesaian sengketa;
dan kajian ulang atas kebijakan dagang Negara-negara anggota (Trade Policy
Reviews).
Tiga isu besar yang berada di bawah WTO
adalah:
• Perjanjian Umum tentang Barang tariff dan
barang (General agreement on Tariifs and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian
umum mengenai liberalisasi barang. Terdiri dari beberapa perjanjian lagi di
bawahnya seperti pertanian, inspeksi perkapalan, pengaturan anti dumping;
tekstil dan produk tekstil.
• Perjanjian Umum Perdagangan Jasa-jasa
(General Agreement on Trade in Services/GATS). Dalam perluasan akses pasar
sector jasa, setiap Negara menyusun komitmen liberalisasi dan jadwal
pelaksanaan untuk ‘seberapa banyak’ pemasok jasa dari luar dapat memberikan
jasanya di lokal. (lebih detail lihat informasi dasar mengenai Jasa).
• Hak atas Kekayaan Intelektual yang Terkait
dengan Perdagangan (Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights/TRIPS).
Perjanjian-perjanjian itu tidaklah statis
melainkan terus berubah. Beberapa hal-hal baru sekarang sedang dirundingkan di
bawah Agenda Doha yang dihasilkan dalam KTM WTO ke IV tahun 2001. Beberapa isu
yang dirundingkan antara lain Akses Pasar untuk Produk Non Pertanian (Non
Agricultural Market Access – NAMA) dan Perdagangan dan Lingkungan.
Unsur Pokok dalam WTO
1. Penurunan Tarif. Menghapus atau menurunkan
tarif atas suatu produk guna mengurangi biaya ekspor, sehingga membuka pasar
tambahan bagi produsen.
2. Most Favoured Nation (MFN). Mengharuskan
pemerintah memperlakukan semua negara, investasi dan perusahaan asing secara
sama dari segi hokum atau non diskriminasi. Misalnya, Negara tidak dapat
menghentikan impor daging sapi dari Eropa bila ia tetap mengimpor daging sapi
dari negara lain.
3. National Treatment (NT). Mengharuskan
semua negara memperlakukan semua negara, investasi dan perusahaan sama rata
dengan investor dan perusahaan domestik. Jadi pemerintah tidak boleh memberikan
subsidi untuk perusahaan lokal yang memenuhi kriteria lingkungan hidup,
misalnya.
4. Penghapusan restriksi kuantitatif.
Melarang penggunaan restriksi selain tarif dan bea. Negara tidak boleh
membatasi ekspor atau impor dengan menetapkan kuota untuk membatasi arus
barang.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Perdagangan_Dunia
http://dinamikakehidupanmahasiswa.blogspot.co.id/2016/01/wto.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar